Ketua Panitia Nasional Hari Air Dunia (HAD) XVI Mochammad Amron mengatakan, Pulau Jawa telah tergolong pulau yang kritis air (water stress area). Saat ini setiap penduduk di Jawa hanya terpenuhi kebutuhan air dalam satu tahun sebesar 1.500 m3/kapita. “Bila suatu wilayah, pemenuhan kebutuhan airnya sudah dibawah 2000 m3 per kapita per tahun, maka kawasan itu termasuk daerah yang water stress area,” ujar Mochammad Amron pada program Dialog di Stasiun RRI, Selasa (15/4) di Jakarta. Luas Pulau Jawa yang hanya 7 persen dari total luas daratan di Indonesia, saat ini dihuni oleh 65 persen penduduk Indonesia. Sementara potensi sumber daya air (SDA) di pulau tersebut hanya 4,5 persen dari total potensi SDA di nusantara.
“Dari total potensi air yang hanya 4,5 persen tersebut, 75 persen diantaranya dipergunakan untuk keperluan pengairan irigasi. Sehingga sangat wajar jika Jawa tergolong water stress area,” kata Ketua Panitia Nasional HAD. Besarnya jumlah pemakaian air untuk keperluan irigasi tersebut, disebabkan 60 persen produksi beras nasional dihasilkan dari Jawa. Menurut Mochammad Amron, kesulitan terhadap akses air, secara umum juga dialami penduduk di negara-negara lain.
Kesulitan terhadap akses air antara lain disebabkan peningkatan jumlah penduduk dunia. Saat ini lebih dari 2 miliar orang atau sekitar 30 persen penduduk dunia yang tersebar di 40 negara mengalami permasalahan kekurangan air. Pada abad ke-20, jumlah penduduk meningkat dari 2 miliar orang menjadi 6 miliar orang. Selain peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan air perkapita penduduk modern meningkat 7 kali lipat dibanding generasi penduduk abad sebelumnya. Faktor lain yang turut mempersulit akses terhadap air bersih ialah kerusakan lingkungan hidup. Berdasar data Departemen Kehutanan laju kerusakan hutan di Indonesia seluas 1,1 juta hektare setiap tahunnya.
"Jumlah tersebut sudah berkurang dibanding laju kerusakan hutan sebelumnya yang mencapai 2,3 juta hektare per tahun,” terang Mochammad Amron. Kerusakan lingkungan hidup berdampak terhadap antara lain berkurangnya daya serap terhadap air hujan. Selain itu kerusakan tersebut juga memicu menurunnya kualitas air yang ada. Menurut Mochammad Amron, 90 persen peristiwa bencana alam dalam 2 dekade terakhir ini berkaitan dengan air. "Selain itu separuh penduduk bumi sangat rawan terhadap sumber air yang tercemar yang dapat memicu berjangkitnya berbagai wabah penyakit,” lanjut Mochammad Amron.
Di Indonesia, rata-rata ketersediaan air di atas daratan Indonesia secara selintas nampaknya mencapai angka yang menenteramkan, namun sebarannya di setiap wilayah dan di setiap waktu tidak merata. Pulau-pulau di wilayah Indonesia bagian Barat relatif lebih basah, sedangkan wilayah Timur sangat kurang hujan kecuali Papua. “Di musim kemarau banyak wilayah yang mengalami kekurangan air, dan sebaliknya di musim hujan banyak wilayah yang mengalami banjir,” sebut Ketua Panitia HAD XVI. Mochammad Amron menjelaskan, beban pengelolaan SDA di Indonesia yang akan dialami generasi mendatang kian berat, apabila semua pihak tidak memberikan perhatian yang lebih daripada yang telah pernah dilakukan sebelumnya.
Memperhatikan berbagai permasalahan yang dihadapi, pemerintah dan masyarakat perlu secara terus menerus menyadari akan permasalahan serius air yang dihadapi bersama. Dengan demikian, peringatan HAD ini bukanlah sekedar perayaan sesaat, namun hendaknya menjadi momentum untuk memahami permasalahan yang dihadapi. Mochammad Amron mengharapkan, peringatan ini sekaligus juga bisa menjadi ajang bagi semua pihak baik pemerintah, dunia usaha dan masyarakat akan berbagai upaya yang telah dan akan terus dilakukan dalam penyelamatan berbagai sumber air, pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan serta pengendalian daya rusak air.
sumber : http://pustaka.pu.go.id
0 komentar:
Posting Komentar