Untuk mengupas penggunaan humor dalam iklan operator seluler ini digunakan metode analisis isi (content analysis), dengan pendekatan teori humor dan komunikasi periklanan. Analisa dilakukan dengan menguraikan unsur visual dan verbal untuk mengetahui bagaimana penggunaan humor dalam iklan operator seluler, serta melihat tipe humor yang paling banyak digunakan.
Tingkah operator seluler saat ini memang masih seenaknya sendiri terutama menyangkut urusan promosi. Tengok saja, mereka membuat iklan sesukanya tanpa mengindahkan aturan. Memang meski tak ada tata cara baku mengenai tertib beriklan atau berpromosi trik membodohi konsumen seharusnya sudah dihentikan sejak awal dan tak diulang lagi.
Operator seluler masih saja mengumbar janji manis ketimbang memperlihatkan performa. Seharusnya operator membuktikan kinerja layanannya kepada konsumen terlebih dahulu sebelum menjual kecap. Saat ini, janji-janji operator yang bertebaran tak selalu bisa diharapkan terealisasi.
Selain hanya berupa gimmick, janji yang di umbar operator lewat iklan masih terlalu banyak mengandung unsur pembodohan publik. Jurus iklan operator masih belum di benahi, tak edukatif serta cenderung berlebihan.
Meski fenomena perang tarif dan promosi sudah sedikit mereda, namun iklan yang megusung nilai rupiah dengan angka di bawah satu rupiah dengan sejumlah nol masih saja beredar. Bahkan baru-baru ini, gembar-gembor promosi yang masih bersifat seperti itu kembali di gencarkan oleh operator.
Salah satu operator papan atas mulai lagi menggelontarkan yang berlebihan. Dengan tagline Rp 0,01/detik sampai puas, operator ini coba mengakali konsumen.
Tapi, jika dikaji lagi, ternyata hitungan dan promo yang menjadi gimmick tersebut tidak sama dengan rupiah yang kita keluarkan saat rumus-rumus di belakang dikalkulasi.
Ya, jika dihitung-hitung, biaya yang dikeluarkan konsumen tak pernah sesuai dengan yang ditebar. Pasalnya,semua yang di promosikan seolah-olah konsumen membayar Rp 0,01/detik hanya buhong belaka. Di belakangnya tetap saja ada embel-embel syarat dan ketentuan berlaku.
Hingga sekarang, belum ada aturan jelas dari pemerintah tentang iklan-iklan yang menyesatkan dalam industri selular. Memang sudah seharusnya dibenahi ulah operator yang mencari celah kelemahan hokum periklanan. Saying, terkait hal ini pemerintah hanya dapat melakukan himbauan saja tanpa memberikan sanksi atau tindakan tegas.
Bukan suatu hal aneh jika sosialisasi dan aturan yang seolah hanya bersifat mengingatkan tanpa sanksi dari regulator tak membuat operator menjadi jera. Padahal,di sela-sela gimmick bombastis dari operator mereka terus meraup penambahan pelanggan yang tak sadar mereka sedang dikibuli. Jumlah pelanggan yang terkecoh pun bertambah.
Sementara, dari sisi yang berbeda, penambahan jumlah pelanggan berkat promosi gila-gilaan justru tak disertai dengan insfratuktur memadai. Akibatnya, kapasitas layanan yang disediakan tak mampu menampung kebutuhan pelanggannya. Ujung-ujungnya kualitas pun merosot.
Jadi sekarang, perihal promosi tak kunjung rampung kini ditambah masalah kualitas layanan yang tak optimal. Padahal, pengguna seluler sendiri sangat berharap iming-iming operator sesuai dengan kenyataan plus rumusan regulasi yang mengatur perihal QUALITY OF SERVICE (QoS) akan membuat penyelanggara telekomunikasi lebih berhati-hati dalam memberikan layanan.
Sayang, hal itu belum sepenuhnya terjadi! Lihat saja, keluhan masyarakat tentang kualitas layanan operator masih menyeruak sementara promo bombastis meraup keuntungan terus bergaung.
sumber : seluler indonesia
0 komentar:
Posting Komentar