Disisi lain jika penerapan monpoli tidak lagi diterapkan atau dengan kata lain PLN membuka monopolinya PLN tidak lagi dapat mengendalikan harga listrik di Indonesia, hal ini sangat tidak berpihak pada rakyat yang kurang mampu perekonomiannya. Hal lain yang juga harus dipertimbangkan adalah masalah kerugian yang dihadapi oleh PLN sedangkan dengan monopoli saja PLN meng alami kerugian, apakah mungkin dengan tidak diterapkannya lagi monopoli PLN megalami surplus?
Kedua hal diatas merupakan hal yang sangat sulit untuk dipilih untuk mementukannya perlu ditentukan prioritas mana yang diutamakan apakah mengendalikan harga agar masyarakat lapisan menengah kebawah dapat tetap menikmati listrik yang terjangkau.
Pada pembahasan ini saya lebih memilih agar PLN tidak lagi mempertahankan system monopoli yang sudah dianutnya cukup lama karena terbukti tidak mendatangkan kebaikan bagi PLN sendiri maupun pelanggannya. Disamping itu seperti kita ketahui system monopoli merupakan suatu system yang buruk karena menurunkan kreativitas, semagat kerja, produktivitas dan sebagainya.
Seperti yang kita ketahui pasar merupakan katalisator dalam dunia bisnis, hukum permintaan, dan supply akan sangat merupakan faktor analisis bagi industri produksi. Listrik merupakan kebutuhan primer bagi semua lapisan masyarakat Indonesia. Jadi sector kelistrikan ini memengang peran dalam banyak hal diantaranya bidang perekonomian, perindutrian dan kemakmuran dari bangsa indonesia.
Listrik masih dipandang sebagai industri yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak, sehingga pemerintah tetap memandang perlu listrik dikelola secara monopoli, oleh BUMN.
Pengelolaan suatu cabang industri oleh BUMN adalah dengan tujuan untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak dan dengan pertimbangan bahwa BUMN dapat menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.
Dengan terjadinya krisis listrik yang berulang-ulang di Indonesia, sepertinya perlu dikaji kembali tujuan pengelolaan listrik oleh PLN sebagai sebuah BUMN, apakah benar PLN telah menyediakan pasokan listrik yang “bermutu tinggi” bagi pemenuhan hajat hidupp orang banyak, dan apakah kegiatan usaha perlistrikan sampai sekarang belum dapat dilaksanakan oleh swasta dan koperasi?
Pengelolaan kelistrikan di Indonesia yang dilakukan secara terpusat oleh satu BUMN, menyebabkan panjangnya rentang kendali di perusahaan itu. Dapat dibayangkan bagaimana sulitnya bagi cabang perusahaan itu yang ada di daerah untuk mendapat persetujuan pengadaan sesuai dengan kebutuhan di daerahnya. Hal tersebut terjadi di daerah Medan, dimana pembangkit listrik yang ada di wilayah Medan mensuplai sampaike daerah sekitarnya sehingga ketika terjadi kerusakan pembangkit, maka bukan hanya Medan yang mengalami pemadamna tetapi juga daerah sekitarnya. Demikian pula di Jawa dan Bali, gangguan yang terjadi di Jawa bukan hanya berpengaruhi atas suplai listrik di pulau Jawa tetapi juga ke Bali.
Demikian pula apabila kita perhatikan betapa ruwetnya saluran tegangan tinggi yang malang melintang di seluruh pulau Jawa dari ujung ke ujung pulau, yang juga telah memakan korban yang tidak sedikit. Padahal untuk listrik tidak diperlukan adanya interkoneksi antara daerah sebagaimana diperlukan di sektor telekomunikasi (dengan adanya kebutuhan pengguna telekomunikasi di satu daerah atau di satu operator untuk berhubungan dengan pengguna lain di daerah atau dengan mengunakan operator lain). Karena listrik di satu daerah tidak harus terhubung dengan daerah lainnya, maka sebenarnya secara fungsi antara daerah atau antar pembangkit listrik lain daerah tidak diharuskan adanya interkoneksi.
Dengan demikian, listrik dapat saja dikelola oleh masing-masing daerah tanpa perlu adanya suatu perusahaan yang terpusat. Untuk menjaga agar tetap dapat memenuhi hajat hidup orang banyak, yang diperlukan hanyalah fungsi Pemerintah dalam pengawasan, tidak harus dalam pengelolaan langsung.
sumber : kompas
0 komentar:
Posting Komentar